Selasa, 02 Agustus 2016

Penunjukan Dewan Pengawas RS di Bulukumba Dinilai Tidak Sesuai Permenkes



SuaraSulawesi.com, Bulukumba -- Penunjukan Dewan Pengawas Rumah Sakit daerah Kabupaten Bulukumba Sulawesi salatan oleh Bupati menuai kritikan dari berbagai elemen masyarakat di daerah tersebut.

Kahar Mappasomba, salah satu tokoh pemuda daerah berjuluk Panrita Lopi ini berharap agar Bupati mempertimbangkan kembali 2 (dua) nama Dewan pnegawas RS tersebut.

Menurut pasal 10 Permenkes nomor 10 tahun 2014 tentang dewan pengawas Rumah Sakit, diatur beberapa persyaratan mutlak yang harus dipenuhi. Untuk  dapat diangkat  menjadi  anggota Dewan Pengawas, setiap calon anggota Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan:

a.  memiliki integritas, dedikasi,  dan memahami  masalah yang berkaitan dengan  perumahsakitan, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
b. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
c.  tidak  pernah  dinyatakan  pailit  atau  tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit;
d.  tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;
e.  tidak mempunyai benturan kepentingan dengan penyelenggaraan Rumah Sakit; dan
f. persyaratan lain yang ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit.

"Ada dua poin yang menjadi penekanan saya. Yang pertama adalah, apakah tokoh masyarakat yang direkrut dan direkomendasikan untuk menjadi anggota di dewan pengawas itu telah memenuhi persyaratannya? Saya mendengar 2 (dua) nama tokoh masyarakat yang menduduki posisi itu, yaitu  Makmur Masda dan Juharta telah memenuhi kriteria?", ungkap Kahar.

Kahar juga mempertanyakan mengenai mekanisme perekrutannya, apakah terbuka dan mereka direkrut karena memang memiliki kompetensi dalam hal pelayanan dasar, khususnya dibidang kesehatan.

Selain itu, lanjut Kahar salah satu nama yang disebutkan di atas, pernah terlibat kasus pidana dan  sebagai terpidana dalam kasus korupsi Bapedda (ditahan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 626.K/PID.SUS/2008 pada tanggal 13 Agustus 2008, tetapi dieksekusi baru dilakukan pada tanggal 10 Desember 2009) saat masih menjabat sebagai anggota dewan perwakilan rakyat.

"Tentunya ini tidak sesuai dengan Permenkes, kok sekarang malah dimandatir untuk menjadi dewan pengawas kesehatan, baca pasal 10 huruf d, syaratnya tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana. Ini bukan UU Pilkada, tafsirannya berbeda", tegasnya saat dihubungi via telepon siang ini, Selasa (02/08/16).

Sementara itu, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Makassar yang juga merupakan putra Bulukumba, Abdul Haris Awie menilai penunjukan Dewan Pengawas RS di daerahya haruslah memperhatikan kompetensi dari tokoh yang akan menduduki jabatan tersebut.

"Saya tidak pernah melihat kedua orang ini memiliki pengalaman ataupun background kerumahsakitan, apalagi paham mengenai manajemen dan tupoksi kerja kerumahsakitan, tentunya Pemerintah daerah harus lagi mempertimbangkan ulang kedua tokoh ini sebagai Dewan Pengawas RS", cetus pria yang akrab disapa Awie ini.

(Asril)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar